Thursday, August 21, 2008

Teringat Kampung (4)

"...abang seng pulang kampung? Padahal ini kan kapal terakhir, kapal berikut lagi kalau abang bisa pulang nanti seng dapa' sahur pertama di Pelauw lai..." Aku ditanya oleh sepupu kemarin. Bagiku aku lebih betah tinggal di kota ini, tak punya kerinduan yang teramat untuk segera berkemas-kemas menuju pelabuhan Soekarno-Hatta. Malam ini kapal terakhir mengangkut penumpang tujuan Ambon. Banyak saudara yang pulang nanti. Sepupu dekat, sepupu jauh, tetangga kost sampai yang tinggalnya kurang lebih sejam naik pete-pete nol dua. KM Ciremai akan lego jangkar di Makassar sekitar jam sepuluh malam.

Malam ini aku sendirian. Pondokan lengang dikulum gelap. Aku bersunyi-sunyi dalam kamarku sambil kubalik-balik helai bacaanku yang tertunda sore tadi saat datang dua kawan dari organisasi tempatku biasa ngumpul. Kurebahkan badan yang kini tampak kurus di atas kasur yang pasrah menahan tusukan hawa dingin dari lantai. Sesekali kubuka lagi album foto keluarga. Kalau untuk yang ini tak bisa lepas dari rasa yang melekat walau selalu kucoba tahan. Rasa rinduku akan kampung halaman tak sekuat rasa rinduku untuk bersua dalam lingkaran cinta yang terbatas itu, kaluarga. Sambil kutatapi setiap helai gambar, imajinasiku pulang kampung bersitatap bersama mereka. Ada mama, bapa', kaka, ade-ade, kakek, nenek, keponakan dan banyak lainnya. Sementara kapal Pelni di pelabuhan baru akan bertolak beberapa jam lagi, pikiranku lebih dulu pulang kampung dari mereka yang biasanya, seperti aku beberapa kali alami duduk menunggu di depan ruang tunggu yang penuh sesak orang.

Malam ini aku lebih dulu sampai ke kampung hanya dalam sudut waktu khayali. Setiap kali aku menahan konsentrasi pikiran sambil memfokuskan perhatian hati ke sana, semakin terasa sesuatu yang teramat subjektif, juluran sengat misteri melambaikan percik api rasa dalam hening. Kehanyutan membuai jiwa dalam tamasya imajinatik nir waktu tak pakai ruang kaku.

Baca Selengkapnya...

Thursday, August 14, 2008

Bidadari dari Moro

Namanya Nawal Muhajirah. Gadis berdarah Mindanao ini baru seminggu lalu kukenal. Ia mengenakan jalabiyah. Ia bercerita mengenai asal keluarganya panjang lebar kepadaku di terminal Daya saat istirahat menunggu panggilan berangkat oleh supir bis menuju Palopo. Sebenarnya Nawal sudah agak lama tinggal di Indonesia, ya di Sulawesi Selatan. Sejak tahun 2000 kemarin ketika terjadi invasi militer yang massif oleh tentara pemerintah Filipina yang kemudian menyulut perang dengan mujahidin MILF, Nawal dan beberapa sanak keluarganya bertolak menuju Indonesia. Kebetulan orang tua Nawal punya sahabat seperjuangan yang bernama Arifuddin Egal Hamzah orang Bugis, pernah nyantri bareng untuk latihan para militer bersama mujahidin Afghanistan sekaligus veteran perang melawan kaum kafir Uni Soviet sekitar tiga puluh tahun silam. Sekarang mereka tinggal di rumah sahabat ayahnya itu di Palopo.


Nawal datang ke Indonesia untuk melanjutkan pesantrennya. Ia sudah bisa berbahasa Indonesia dan kami berta'aruf sekitar satu jam. Nawal itu perempuan yang memiliki karakter yang kuat, tergambar dari ketegasan ucapannya, tutur kata yang sopan dan lembut dan satu hal lagi yang terekam sebagai kesan pada pandangan pertama, Nawal itu gadis yang amat manis. Wajahnya ayu, kulit hitam manis, senyumnya wahh, membuat ekor mataku tak sanggup berkedip. Matanya indah. Tubuhnya tertutup jilbab.

Awal berkenalan, sebenarnya kebetulan saja. Aku duduk tak jauh dari situ menunggu kawanku yang akan tiba dari kampungnya. Nawal ditemani ibu Aslamiyah, wanita paruh baya kerabat dekat pak Arifuddin. Tak sengaja aku iseng-iseng bertanya "mau ke mana ki?..." akhirnya jawaban dari iseng-iseng itu berlanjut cerita dan perkenalan. Memang walaupun Nawal adalah muslimah yang terkesan eksklusif dari penampilannya, namun ia menunjukkan inklusifitasnya dengan meruapkan nalar komunikasinya apa adanya dengan tetap menjaga suasana yang nyaman dan beradab. Akhirnya sahabat dan kenalan baruku akan segera berangkat. Tak lupa kami bertukar nomor ponsel masing-masing. Ia ke Makassar untuk mengurus pendaftaran ulangnya di Unhas setelah diterima lewat jalur bebas tes. Kini ia akan pulang ke Palopo dan akan balik lagi. Selamat jalan, semoga selamat sampai di rumah, amin. Aku sendiri masih menunggu kawanku yang belum datang juga.

Baca Selengkapnya...